Yesterday I talked about my first visit to Kanim Jak Sel to get a new passport. I submitted the required documents and so far it cost me Rp. 100.000 for taxi and 5 hours of my time.
On my second visit, I decided to leave a little bit earlier. Jam 8 pagi saya sudah mengambil nomor antrian di Kanim. Sembilan puluh enam. Not too bad, I thought. Jam 10:30, nomor saya dipanggil untuk ke loket dan membayar biaya paspor. "Dua ratus lima puluh lima ribu, Mbak." kata petugas. "Pak, saya mau yang 24 lembar aja dong, nggak perlu yang 48 lembar." "Kalo mau jadi TKI baru boleh minta yang 24 lembar, Mbak" kata si Mas sambil nyengir lebar. Keluarlah Rp. 255.000 dari dompet saya.
Sekarang saya harus mengantri untuk foto dan wawancara, dan tinggal satu setengah jam sebelum jam makan siang pegawai. Nomor yang sedang dilayani waktu itu adalah nomor 60. Petugas piket yang bermaksud baik mengatakan, "Tunggu saja, Bu. Biasanya cepat kog. Saya rasa bisa masuk sebelum jam 12." Setengah jam berlalu, nomor antrian yang dilayani baru naik ke 65. Tapi....., kog satu jam berikutnya nomor ini tidak naik naik, ya?
Ternyata, disinilah agen agen mulai 'bermain'. Clients mereka dimasukkan melalui pintu belakang, sehingga orang yang menggunakan jasa agen bisa pulang sebelum jam makan siang. Kurang ajar! Bah! Ya sudah, isi perut dulu...
Petugas piket pertama yang saya tanyakan tentang tempat makan mengatakan bahwa tidak ada tempat makan di dalam gedung, hanya di gang samping gedung. Petugas piket kedua mengatakan ada kantin di basement. Turunlah saya ke basement tempat parkir untuk makan siang.
Tak disangka, jam satu kurang sedikit, petugas sudah kembali ke ruangannya dan memulai pelayanan lagi. Horeee! Dalam jangka waktu 30 menit, nomor 66 sampai 100 sudah masuk ke dalam ruangan untuk difoto dan diwawancara. Bayangkan!
Jadi di kunjungan kedua, saya mengeluarkan Rp. 355.000 dan hampir 8 jam.
Total keseluruhan sampai dengan hari itu adalah Rp. 455.000 dan 13 jam. Amsiong! At least paspor sudah bisa diambil 4 hari setelah foto. To be continued lagi ya.....
On my second visit, I decided to leave a little bit earlier. Jam 8 pagi saya sudah mengambil nomor antrian di Kanim. Sembilan puluh enam. Not too bad, I thought. Jam 10:30, nomor saya dipanggil untuk ke loket dan membayar biaya paspor. "Dua ratus lima puluh lima ribu, Mbak." kata petugas. "Pak, saya mau yang 24 lembar aja dong, nggak perlu yang 48 lembar." "Kalo mau jadi TKI baru boleh minta yang 24 lembar, Mbak" kata si Mas sambil nyengir lebar. Keluarlah Rp. 255.000 dari dompet saya.
Sekarang saya harus mengantri untuk foto dan wawancara, dan tinggal satu setengah jam sebelum jam makan siang pegawai. Nomor yang sedang dilayani waktu itu adalah nomor 60. Petugas piket yang bermaksud baik mengatakan, "Tunggu saja, Bu. Biasanya cepat kog. Saya rasa bisa masuk sebelum jam 12." Setengah jam berlalu, nomor antrian yang dilayani baru naik ke 65. Tapi....., kog satu jam berikutnya nomor ini tidak naik naik, ya?
Ternyata, disinilah agen agen mulai 'bermain'. Clients mereka dimasukkan melalui pintu belakang, sehingga orang yang menggunakan jasa agen bisa pulang sebelum jam makan siang. Kurang ajar! Bah! Ya sudah, isi perut dulu...
Petugas piket pertama yang saya tanyakan tentang tempat makan mengatakan bahwa tidak ada tempat makan di dalam gedung, hanya di gang samping gedung. Petugas piket kedua mengatakan ada kantin di basement. Turunlah saya ke basement tempat parkir untuk makan siang.
Tak disangka, jam satu kurang sedikit, petugas sudah kembali ke ruangannya dan memulai pelayanan lagi. Horeee! Dalam jangka waktu 30 menit, nomor 66 sampai 100 sudah masuk ke dalam ruangan untuk difoto dan diwawancara. Bayangkan!
Jadi di kunjungan kedua, saya mengeluarkan Rp. 355.000 dan hampir 8 jam.
Total keseluruhan sampai dengan hari itu adalah Rp. 455.000 dan 13 jam. Amsiong! At least paspor sudah bisa diambil 4 hari setelah foto. To be continued lagi ya.....
Comments
Post a Comment